Run, Run, Run! Pesawat Hampir Lepas Landas!

Halo teman-temanku yang budmian! Eh, budiman! Hahaha, sampai salah ketik, tuh. Sebab apa? Sebab hari ini Hanatta bakal bawain konten yang menarik banget buat kalian semua! Apaan, tuh? Penasaran? Pasti dong! Yaudah, mau mulai sekarang aja atau mulai besok? Atau tahun depan? Hahaha, bercanda. Jangan ngambek, dong. Sini, sini, peluk online dulu, wkwkwk. 🤣


Jadi aku mau cerita. Aku ini kan sebenernya orang asli Jawa, tapi kemudian sekitar ... lima tahun yang lalu? Iya, lima tahun yang lalu. 🤣 Aku pindah ke Pulau Kalimantan. Asyiiik! Ngapain, tuh? Ya transmigrasi, dong. Apa lagi? Buat apa pergi transmigrasi? Ya pastinya agar persebaran penduduk di Indonesia makin merata, dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat (berbicara dengan nada serius dan berwibawa). 😎


Terus kira-kira apa, nih, yang bakal Hanatta bawain buat para pembaca yang budmian alias budiman sekaliaann? Jeng jeng! Hanatta akan membawakan sebuah kisah bertemakan : "Kami Tidak Sedarah, Tetapi Kami Lebih Dari Saudara." Keren banget nggak, sih? Hueeee. Aku sendiri terharu sama judulnya. 😭


Jadi, judulnya itu aku dapet dari mana coba? Ayo tebak! Wkwk. Aku dapet dari tulisan di kelas sebelah. Kelas IPS kayaknya. Padahal aku kelas IPA, tapi aku dapat pelajaran hidup yang berharga (kalimat yang aku jadiin judul) itu dari kelas IPS. Hmm, ternyata bener ya, ilmu itu nggak mesti tentang eksakta, dan juga ... bisa didapat di mana saja, kapan saja, dari siapa saja. 😉


Aku kan sekarang udah lulus SMA nih. Nah, sekarang aku tiba-tiba kangen sama temen sekelas aku. 😥 Padahal, kalian tahu nggak? Dulu aku biasa aja pas berteman sama mereka. Yaa, maksudnya bukan biasa aja yang berarti apatis yaa! Tapi, lebih ke ... temenan sih yaudah temenan aja. Teman memang semuanya baik dan saling melengkapi. Jadi rasanya waktu itu ... nggak ada yang spesial. 😳


Namun sekarang? Satu per satu kebaikan dan ketulusan hati antarkami satu sama lain mulai terkuak dalam ingatanku. Nggak usah ngambil contoh yang terlalu lebar, di kelasku sendiri, ada baaanyak siswa dengan latar belakang suku dan ras yang berbeda. Ada suku Jawa, Bugis, Dayak, Bulungan, Tidung, dan beberapa suku lainnya. Itu pun masih dibagi-bagi lagi. Suku Bugis ada yang namanya Bugis Bone, dan lain-lain. Suku Dayak ada yang namanya Dayak Berusu, dan lain-lain. Warna kulit kami jelas beda juga, dong. Aku punya warna kulit cokelat muda, temanku ada yang berkulit cokelat, ada yang kuning langsat, dan ada yang putih. Tapi, saat pramuka (yang satu regu isinya berbagai macam siswa dari sekolah kami) justru kami memasukkan perbedaan itu menjadi lirik dari yel-yel kami yang berbunyi : Hitam-hitam putih kulit kami, tapi jiwa seperti baja, HAHAHA! Mantap, kan? 🤣 Dan kami selalu semangat ketika menyanyikan yel-yel. 🤣


Aku baru sadar, ternyata, selama ini, kami yang notabene-nya berbeda suku, ras, warna kulit, bahkan status sosial, bisa bersama-sama dalam waktu yang lama. Tiga tahun itu ... cukup lama, bukan? 🤔


Jadi, selama berada di sekolah, kami berusaha untuk tidak menggunakan bahasa daerah masing-masing untuk berkomunikasi dengan teman yang memiliki kesamaan suku. Kami menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, dengan menambahkan logat Kalimantan untuk melestarikan daerah tempat kami tinggal. Bahkan sampai rumah pun, ketika kami saling berkomunikasi melalui sosial media, kami juga menggunakan bahasa Indonesia. Menurut kami, itu adalah hal yang baik untuk dilakukan agar tidak menyakiti hati siapa pun. Karena apa? Hmm, takutnya, ketika dua siswa sedang bercakap-cakap menggunakan bahasa daerah mereka, sedangkan ada siswa lain dari daerah yang berbeda tidak sengaja mendengar, bisa saja ia menjadi salah sangka dan mengira ia sedang dibicarakan. Tentunya hal ini tidak baik untuk kelanggengan pertemanan, bukan? 😰


Lalu, untuk warna kulit yang berbeda, selama di sekolah aku nggak pernah mendapat cercaan dari mereka. Padahal warna kulitku kusam sewaktu itu, apalagi aku sempat stres dan kulitku jadi banyak yang luka karena sering digaruk. 😢 Tapi teman-teman nggak menjauhi aku, justru sahabat baikku ngasih tau, "Jangan digaruk, biarin." Sahabatku itu, kadang suka geregetan kalau aku kenapa-napa. Ah, jadi kangen dia. 😭


Untuk tingkat kecerdasan? Kami nggak mau pilih-pilih. 😠 Aku sewaktu di SMA selalu dapat peringkat pertama, syukur alhamdulillah. Ketika ada teman yang nggak bisa, aku sama teman-teman yang lain yang sudah bisa duluan, akan berusaha mengajari teman yang lain yang belum bisa. Asalkan ingat satu hal, kami mau mengajari, bukan memberi contekan, ya. 😉 Karena memberi contekan berarti membiarkan teman kamu tetap berada dalam ketidakpahaman. Tentu kamu nggak mau teman kamu begitu, bukan? ☹️


Eitt, tunggu dulu. Tadi Hanatta katanya peringkat satu, ya? Iya. Tapi ya itu, kalau pelajaran olahraga, khususnya main voli, aku nggak bisa. 🤣 Dan kalian tahu? Teman-teman yang sering aku ajari materi pelajaran gantian ngajarin aku voli. Nggak ngajarin, sih, tapi lebih ke 'memberi posisi enak' kalau lagi pengambilan nilai olahraga dari main voli. 🤣 Habisnya, aku diajari tetap aja susah bisanya. 🤣 Maaf ya, manusia ya begini, ada kelebihan dan kekurangannya. 🤣


Terus lagi, lagi, ada hal yang ngebikin aku trenyuh banget. Mau tahu? Jadi, di sekolah, di setiap kelas kan pasti ada, tuh, yang namanya uang kas. Hayo, kalian juga pasti tahu, 'kan? Nah, siapa yang tagihan kasnya nunggak semasa sekolah? Ayok ngaku! 🤣 Wkwk, dulu itu, pas ada siswa yang nggak bisa bayar kas, sama teman yang lain dibayarin. 😮 Terus, teman yang nggak bawa uang jajan, sama teman yang lain dibeliin atau dikasih makanan. 😥 Terharu banget nggak, sih? Lagi, ada juga teman yang hobi bawa air minum botolan ke sekolah, nah, itu sama anak-anak sekelas buat barengan. Beneran kerasa kebersamaannya. Duh, kenapa, sih, aku baru sadar? Ternyata kalian berarti banget buat aku. Kenangannya nggak main-main, bikin terharu. 😣


Pas mau perpisahan juga, itu kan sebenernya setiap siswa harus bayar. Nah, ada siswa yang sebenernya keberatan, tapi nggak berani ngomong. Dan dengan beraninya, seseorang ngangkat tangan buat nanyain ke guru, "Pak, kalau yang nggak ada uang, gimana?" Serius, aku terharu banget. 😭 Meskipun pada akhirnya, nggak jadi perpisahan karena ada pandemi. Jadi, alhamdulillah semua uangnya dikembalikan. Tapi buat siswa yang masih ada tunggakan uang kas, uang perpisahannya dipotong buat bayar kas. 🤣


Masa-masa kebersamaan bareng mereka ngebikin aku jadi kangen, wkwk. Ditambah lagi aku keingetan pesawat. Kok pesawat? Iya, wkwk. Tahu nggak? Sekolah aku itu dekeeeet—tapi nggak banget—sama bandara. Ih tapi setiap ada pesawat lepas landas atau mau mendarat, wah, pasti itu pesawat kelihatan gede banget dari jendela. Dan asyiknya, tempat dudukku ada di sebelah jendela. Setiap kali pesawat lewat, aku langsung ngelihatin, dong. 😭👍


Dan, aku jadi pengen satu hal ....

Aku pengen naik pesawat sama mereka, jalan-jalan ke suatu tempat, hehehe. Dari dulu belum kesampaian, tuh. Aku pengen kita semua lariiii ngejar pesawat yang hampir lepas landas, pasti asyik. 😆 Menegangkan. 🤣 


Jadi kebayang, wkwk ....

Tapi meskipun pandemi udah pergi, kami udah berada di jalan kami sendiri-sendiri. Walau begitu, aku harap, suatu saat kami semua bisa bareng-bareng naik pesawat, dan pergi ke suatu tempat yang menyenangkan. 🤗


Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini https://m.kbr.id/nusantara/01-2021/yuk__ikut_lomba_konten_baik_tentang_keberagaman/104607.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagian Lima

Ragu-Ragu Lolos SNMPTN (2020-My Own Experience)