Surat Untukmu Yang Merasa Kurang Pintar

 Halo halo hai teman-temanku yang budiman! Kali ini, Hanatta bakal ngebawain varian pertama dari menu baru yang akan aku sajikan di blog ini! Yeey! Give applause! πŸ—£πŸ€Έ‍♂🀸‍♀πŸ‘


Jadi, menu yang aku bawain namanya menu Psisehat. Di menu Psisehat ini, aku harap beberapa varian yang aku sajikan dapat membuat kalian semua memiliki pandangan yang cerah terhadap dunia ini! 😍


Salah seorang kakak tingkatku pernah bilang untuk jangan menyerah, karena dunia ini terkadang usil. Karenanya, aku bertekad untuk tidak menyerah, dan kalian juga harus demikian! Mari tidak menyerah bersama-sama! Mari melangkah dan terus maju bersama! Aku, kamu, dia, kita, mereka, kita semua manusia yang sama-sama menghirup oksigen! πŸ˜†


Kalian yang merasa diri kalian kurang pintar, yuk coba kita tilik bagaimana perasaan si pintar sebenarnya!


Menurut kita orang pintar itu selalu bahagia hidupnya bukan? Kadang kalau di sekolah ada teman yang pintar pasti sering dibilang; ah kamu mah mau jadi apa aja pasti bisa, kamu mah mau kuliah di mana aja bisa. Kamu mungkin iri dengan orang itu? Bisa iya, bisa juga enggak.


Ada orang yang pernah cerita ke aku. Dia pinteeer banget. Dia beneran bisa jadi apapun yang dia mau, dan dia juga bisa nerusin pendidikannya dimanapun. Tapi tentunya dengan effort yang sesuai loh ya (seenggaknya dia kan pinter jadi effort seperti itu kecil banget buat dia).


Dia waktu itu cuma mau ambil jurusan yang dia suka waktu mau masuk bangku perkuliahan. Tapi sayangnya keluarganya nggak mendukung. Keluarganya menilai jurusan yang dipilihnya terlalu rendah buat otaknya yang brilian. Setelah sekian lama berunding buat menentukan jalan tengah, akhirnya dia tetap kalah—dia masuk ke jurusan dengan pamor yang lumayan tenar di masyarakat. Dia tahu, diluar sana setiap orang yang ngelihat dia bakal beranggapan kalau dia itu punya masa depan yang cemerlang! Otak brilian dan jurusan yang mentereng di universitas yang bagus juga. Kurang apalagi coba?


Tapi, jauuuh di lubuk hatinya, dia mengaku bahwa sebenarnya dia ngerasa terkungkung, terpenjara dalam seluruh pikiran positif orang lain tentangnya. Hidupnya hanya tentang bagaimana menjaga citra diri agar tetap terlihat cerdas dan berwibawa. Dia nggak ada waktu buat seneng-seneng di masa mudanya. Semua serba tertata dan dia beneran sedih harus menjalani hidupnya dengan keadaan seperti itu.


Mari kita syukuri keadaan kita. Meskipun kita nggak sepintar dia yang aku ceritakan, tapi kita masih punya banyak teman dan waktu yang bisa kita hargai. Percayalah, meskipun kita nggak pintar pelajaran, kita pasti cerdas di bidang yang lain. Bidang apa itu? Pasti ada. Kita hanya perlu menjajaki diri kita lebih dalam—hingga kita menemukan siapa diri kita—siapakah diriku?


Oh iya, untuk yang aku ceritakan barusan, orangnya sudah memberi izin untuk bercerita asal tidak membuka identitasnya kok, hehehe. Dan syukurlah, kini ia telah menemukan dirinya. Ternyata pilihannya memang tidak salah. Ia benar-benar jatuh cinta pada jalan hidupnya sekarang. Begitulah hebatnya sebuah keikhlasan dan penerimaan terhadap dunia yang suka usil. ☺


Menu kali ini variannya ringan-ringan. Sedikit saja, tapi menggerakkan hati saudara-saudara, ya, harapannya sih begitu. Baik, sampai disini dulu ya dari aku kali ini. Semoga kita bisa cepat bertemu dalam konten selanjutnya! Hanatta sayang sekali sama kalian, readers yang bijak, budiman, dan pantang menyerah! Bangga! 😚🐣🐀πŸ₯


Sampai ketemu di lain konten! Happy reading! 🀸‍♀🀸‍♂,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mata Kuliah pada Semester 1?!—Ilmu Gizi UNSOED

Run, Run, Run! Pesawat Hampir Lepas Landas!

Bagian Sembilan