Deg-Degan Ikut Lomba Puisi Pertama Kali! -Choeum Buteo Series-

 Halo teman-temanku yang budiman! Gimana nih rasa dari menu dengan empat varian yang udah aku share ke kalian di empat postingan sebelum ini? Nano-nano? Hahaha. Banyak yang komentar tapi lewat jaringan pribadi, jadi kolom komentar masih bersih dan suci. 🀣


Hari ini Hanatta mau bawain apa hayo? Sesuai janji, Hanatta bakal bawain varian pertama dari menu 'Cheoum Buteo' yippie! πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽ‰


Menu pertamanya adalah ... jeng jeng jeng ... pertama kali ikut LOMBA PUISI! Yuhuu! Kepo nggak nih? Kepo, dong! Yaudah, yuk langsung baca aja ke paragraf selanjutnya! πŸ’‍♀


Sebelumnya, cerita ini mungkin nggak bakal se-hype cerita-cerita di postingan sebelumnya ya, hehe. Maaf. Namun cerita ini  mengandung sebuah pembelajaran bagi kita semua (bisa aja deh). Dahlah, baca aja lah ya? Udah terlanjur dibuka juga 'kan link-nya? γ…‹γ…‹γ…‹γ…‹


Saat masih menjadi siswi kelas sepuluh, Dinas Pemuda dan Olahraga di kabupatenku mengadakan lomba baca puisi dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila. Waktu itu, sekolah cuma punya satu orang yang siap untuk didelegasikan, yaitu kakak kelasku yang sudah kelas duabelas. Padahal, pihak penyelenggara meminta setiap sekolah untuk mengirimkan dua perwakilan. Karenanya, aku ditunjuk untuk mencoba, tentunya setelah semua temanku yang lain menolak tawaran yang sama (fyi, aku dipaksa juga sama teman-teman buat ikut nih, tapi aku mau mencoba dengan senang hati kok. Hati senang dan jantung dangdutan). πŸ˜‚


Seingatku, kami hanya diberi waktu satu hari itu untuk berlatih. Jadi, besoknya kami sudah harus tampil. Buat kakak kelasku yang memang sudah mahir, hal itu nggak jadi masalah. Namun buatku yang masih pemula, tentu kelabakan bukan? πŸ˜–


Siang itu sepulang sekolah, kami pergi ke ruang UKS untuk berlatih. Ruangan itu dipilih karena tempatnya cukup luas, dan letaknya paling ujung, jadi sangat tepat untuk meminimalisir keramaian yang terjadi sebab siswa lain yang tengah melakukan berbagai kegiatan ekstrakurikuler.


Kakak kelasku mencoba pertama kali, dengan sangat sempurna. Aku yakin kemampuan itu sudah dipoles sedemikian lamanya. Hal itu membuatku jadi rendah diri, huhu. Rasanya aku masih bener-bener kopong kalau dibandingkan dengannya, hmm. 😫


Setelah kakak kelasku menyelesaikan latihannya (yang hanya sebentar) akhirnya, giliranku tiba. Aku mencoba dan terus mencoba, tapi sewaktu aku melihat raut wajah guru kami, terlihat ketidakpuasan disana. Fix, aku sedih, banget. γ… γ…  Sebagai delegasi sekolah, tentunya aku berharap dapat melakukan yang terbaik.


Guruku sampai memberi contoh di depan, membacakan puisi sambil berdiri, semua hal seperti gestur, intonasi, artikulasi, semua beliau contohkan dengan detail. Setelah itu, saatnya aku untuk mencoba lagi.


Akhir dari latihan sore itu kelihatannya berujung ketidakpuasan. Namun meskipun besok di perlombaan aku nggak jadi juara, setidaknya aku nggak mau mempermalukan sekolahku. Jadi, aku bertekad bulat seperti bola pingpong untuk belajar membaca puisiku dengan baik di rumah nanti.


Sesuai tekad yang sudah aku bulatkan seperti bola pingpong, di rumah aku belajar membacanya, sampai beberapa kali percobaan di waktu malam hari. Aku sebenernya was-was juga sih kalau tetangga sebelah rumah kebisingan, soalnya aku kalau belajar puisi suka lupa diri. Awalnya suaraku pelan, tapi seiring berjalannya waktu jadi keras sendiri, pfft. γ… γ…  Pokoknya malam itu aku belajar sebanyak mungkin, sampai kurasa aku sudah cukup bekal untuk tidak mempermalukan sekolah, sampai sudah cukup larut untuk pergi tidur.


Di pagi harinya, selepas solat subuh dan beberapa hal lainnya, aku lanjut mencoba membaca puisi lagi beberapa kali. Hitung-hitung sebagai pemantapan, hehehe. Rasanya tetap deg-degan aja gitu.


Selanjutnya agak dramatis nih. Aku pergi ke lokasi perlombaan jalan kaki dong, dan kebetulan pagi itu hujan. Awalnya cuma gerimis, makanya aku berani menerjang tanpa payung atau jas hujan. Tapi lama-kelamaan makin deras, sampai akhirnya aku jadi basah kuyup. Lucu banget kalau diingat-ingat. 🀣


Juga, dress code buat perlombaan hari itu pakai baju putih abu-abu, padahal lombanya Hari Sabtu. Kebayang nggak, banyak orang ngelihatin dengan pandangan aneh, mungkin mereka mengira aku salah seragam, ya? Untung aku jalannya cepat jadi mereka nggak terlalu lama dapet hiburan. 🀣 Nggak bagus tuh, menertawakan orang lain. Kalau tertawa bersama itu menyenangkan, tetapi kalau menertawakan salah satunya itu menyedihkan.


Di lokasi perlombaan, ternyata aku yang pertama datang, HAHAHAHA. Aku rajin banget ternyata! Skip aja deh! Malu banget nungguin peserta lain yang pada belum datang, padahal sudah waktunya mulai (nggak tahu ya, siapa yang seharusnya malu, hehe). 


Karena kakak kelas dan guruku belum datang, aku pun memutuskan untuk berkenalan dengan peserta lain yang satu per satu berdatangan. Daripada sendiri, kayak anti sosial banget, hahaha. Aku langsung akrab dengan salah seorang peserta dari sekolah lain, kami lalu ngobrol-ngobrol santai sambil menunggu acara benar-benar dimulai. 


Setelah acara dibuka secara resmi dengan berbagai sambutan, dan semua peserta sudah datang, aku diajak kakak kelas dan guruku untuk duduk bersama mereka. Kami pun menunggu giliran untuk tampil. Aku deg-degan banget soalnya yang nonton seabrek gitu. Jurinya ada empat atau tiga seingatku, dan aku takut banget pokoknya. Sewaktu nomor urutku dipanggil, aku berdiri dari kursi pelan-pelan, menimbulkan kesan tenang—PADAHAL MAH JANTUNGKU LAGI DANGDUTAN ASOY! 😭 Aku berdoa terus sepanjang perjalanan menuju panggung yang terasa lama karena langkahku aku santai-santaikan, huahaha, padahal rasanya udah kayak pengen terbang, menghilang dari muka bumi. 


Di atas panggung, pertama yang aku lakukan adalah menatap semua orang, lalu memberi penghormatan, kemudian membacakan puisi yang hanya empat bait itu dengan durasi sekitar tiga sampai lima menit sesuai durasi minimal (tolong, ini aku lupa, seingatku sih begini, hehe). Judul puisinya Pancasila deh kayaknya. Puisi itu bukan aku yang buat, kami cuma ambil di internet waktu itu. Dan ternyata, puisi yang aku bawakan sama dengan puisi yang temanku (teman baru kenal tadi) bawakan, hahaha, namanya juga hasil bertanya ke Mbah Google, ya begitu. Oiya, terimakasih ya buat yang sudah menciptakan puisi Pancasila itu, luv sekali deh. πŸ’ž


Aku berusaha tenang sewaktu membacakan puisi, semua yang guruku ajarkan di hari sebelumnya muncul perlahan di dalam otakku, lalu terefleksikan oleh seluruh gerakku. Hasil latihan semalam dan pagi sebelumnya keluar di atas panggung. Gimana tuh rasanya di atas panggung? Awalnya aku grogi, rasanya tak terkatakan. Namun ada keajaiban setelah beberapa kalimat pertama! Aku langsung jadi berani dan ingin melakukan semua yang terbaik yang aku bisa lakukan! Ada rasa ingin mengakhiri pembawaan puisi hari itu dengan memuaskan! Kenapa? Karena aku hanya punya satu kesempatan, dan setelah itu, jantungku akan bebas berdetak normal seperti biasanya, tidak dangdutan seperti saat itu untuk selamanya. Aku meyakinkan diri, "Ayo, nggak papa dangdutan sebentar!” hahaha, Rhoma Irama saja tahan dangdutan bertahun-tahun, masa jantungku enggak sih? πŸ˜…

Kembali serius, di atas panggung, aku mengajak seluruh tubuhku bekerja sama. Mulutku harus jelas dalam mengucapkan kata demi kata, raut wajah dan nada bicaraku harus dihayati dengan sepenuh hati, gerak tangan dan kakiku harus diatur sedemikian rupa agar menyajikan gestur yang mendukung isi dari puisi yang kubawakan. Beruntung, mereka semua menuruti apa yang otakku bilang, meski jantungku tetap tak berhenti dangdutan. Terimakasih, huhuhu. 😭


Setelah selesai membacakan puisi yang penuh semangat itu, aku perlahan membungkukkan badanku untuk berterimakasih, kemudian menuruni anak tangga di sebelah kiri panggung untuk kembali ke tempat dudukku. Kalian mau tahu rasanya? Kakiku lemas dan rasanya agak bergetar seolah harus jatuh, entah karena lega atau apa. Rasanya lega, belum cukup puas, dan beberapa perasaan lain yang sulit untuk dikatakan. Rasanya … ah, kalian harus coba sendiri deh!


Saat telah sampai kembali ke tempat duduk, aku meminta maaf kepada guruku karena aku rasa aku belum melakukan yang terbaik. Namun diluar dugaan, guruku justru berterimakasih karena kata beliau, aku telah membacakan puisi tersebut sama seperti apa yang telah beliau ajarkan kepadaku. 😭 Aku sadar, terharu, ternyata usahaku belajar semalaman tidak sia-sia. Yang paling membuatku senang ialah aku telah berhasil menjadi seorang murid yang bisa diajari. 😭

Ada sesuatu yang nggak kalah mengejutkan lagi teman-teman, mau tahu? Ternyata beberapa hari setelah perlombaan itu, diadakan pengumuman pemenang. Aku sendiri nggak diajak karena aku masih kecil, polos, lucu, dan imut jadi nggak boleh keluar malam-malam. Pagi harinya kakak kelas yang juga mengikuti lomba bertemu denganku di depan kantor guru. Kabar baik pun datang darinya, ternyata ia berhasil meraih juara satu, dan aku berhasil meraih juara tiga. Lumayan, pencapaian pertama di tahun pertamaku sebagai anak SMA. Akhirnya bertambah satu prestasi untuk sekolahku, luv. πŸ˜­πŸ’ž


Ya, kira-kira begitulah kisah yang ingin kubagi dengan kalian kali ini. Sudah menangkap amanatnya belum nih? Amanatnya adalah, meskipun kamu merasa kamu nggak bisa, meskipun orang lain dan seluruh dunia juga mengatakan kamu nggak bisa, maka kamu harus belajar, dan mencoba! Kita nggak tahu, bagaimana hasil dari pekerjaan yang kita lakukan, jadi lebih baik lakukanlah yang terbaik yang kita bisa untuk memperbesar peluang kemungkinan positif di masa mendatang! Setuju? Setuju! πŸ”₯πŸ”₯πŸ”₯


Oke, saatnya aku pamit undur diri. Maaf ya, kalau kisah kali ini mungkin kurang bisa membuat kalian bersemangat atau kurang besar manfaatnya bagi kalian, tetapi semoga kita semua dapat memetik pelajaran, meskipun hanya satu poin saja. Terus belajar, dan jangan patah semangat! 🎊🎊


Di postingan berikutnya, kira-kira Hanatta bakal post tentang apa ya? Masih dalan menu 'Choeum Buteo' nih, mau bahas lomba-lomba lagi nggak? Hehehe.


Menurut kalian, lomba apa yang membuat para pesertanya harus menghafalkan setumpuk buku tebal berisi pertanyaan dan jawaban? Temukan jawabannya di postingan selanjutnya, ya! Happy with me! Eh, happy reading! 🧚‍♂🧚‍♀

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mata Kuliah pada Semester 1?!—Ilmu Gizi UNSOED

Run, Run, Run! Pesawat Hampir Lepas Landas!

Bagian Sembilan